Sabtu, 06 Juni 2009

Tuberculosis

Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini adalah salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia. Penyakit ini biasanya menyerang paru-paru (disebut sebagai TB Paru), walaupun pada sepertiga kasus, organ-organ lain ikut terlibat. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus.

Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal.

Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai "Hari TBC" oleh sebab pada 24 Maret 1882 di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi mengenai penyebab tuberkulosis yang ditemukannya.

Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.

M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag.

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.

Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

Penyebab Penyakit TBC

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).


Bakteri Mikobakterium tuberkulosa

Cara Penularan Penyakit TBC

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Resiko Penularan

Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 ? 2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.

Gejala Penyakit TBC

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum

  • Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
  • Penurunan nafsu makan dan berat badan.
  • Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. (dapat disertai dengan darah).
  • Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus

  • Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
  • Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
  • Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
  • Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

Uji Tuberkulin dan Klasifikasi TBC

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

1. Pembengkakan (Indurasi)- 0–4mm,uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mikobakterium tuberkulosa.

2. Pembengkakan (Indurasi)-3–9mm,uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi)-≥ 10mm,uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa.

Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya kuman Mikobakterium tuberkulosa dari kultur merupakan diagnostik TBC yang positif, namun tidak mudah untuk menemukannya.

Klasifikasi TBC (menurut The American Thoracic Society, 1981)

Klasifikasi 0-Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC

Klasifikasi I Tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak menderita TBC

Klasifikasi II-Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif).

Klasifikasi III-Sedang menderita TBC

Klasifikasi IV-Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif

Klasifikasi V-Dicurigai TBC

PENGOBATAN TBC

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.

  1. Pencegahan (profilaksis) primer
    Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
    INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
    Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
  2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
    Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
    Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

  • Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
    Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
  • Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)

INH
Dosis (mg/kgbb/hari):
  • Harian: 5-15 (maks 300 mg)
  • 2x/minggu: 15-40 (maks. 900 mg)
  • 3x/minggu: Sama dengan 2x/minggu
Rifampisin
Dosis (mg/kgbb/hari):
  • Harian: 10-20 (maks. 600 mg)
  • 2x/minggu: 10-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid
Dosis (mg/kgbb/hari):
  • Harian: 15-40 (maks. 2 g)
  • 2x/minggu: 50-70 (maks. 4 g)
  • 3x/minggu: 15-30 (maks. 3 g)
Streptomisin
Dosis (mg/kgbb/hari):
  • Harian: 15-40 (maks. 1 g)
  • 2x/minggu: 25-40 (maks. 1,5 g)
  • 3x/minggu: Sama dengan 2x/minggu
Etambutol
Dosis (mg/kgbb/hari):
  • Harian: 15-25 (maks. 2,5 g)
  • 2x/minggu: 50 (maks. 2,5 g)
  • 3x/minggu: 15-25 (maks. 2,5 g)

OBAT TBC

Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang akan dibahas adalah obat TBC untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya pengobatan dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik pada uji dahak maupun biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

  • Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
    Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
  • Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan tiga obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada resistensi terhadap satu atau lebih obat TBC primer ini.

Isoniazid

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh bakteri).

Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium.

Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak diperoleh dalam waktu 1–2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila obat ini diberikan setiap hari.

Efek samping

Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain, neuritis perifer, neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus, diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara, hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus.

Resistensi

Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6–9 bulan sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obatselama menjalani terapi.

Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).

TB vit B6 sudah mengandung isoniazid dan vitamin B6 dalam satu sediaan, sehingga praktis hanya minum sekali saja. TB vit B6 tersedia dalam beberapa kemasan untuk memudahkan bila diberikan kepada pasien anak-anak sesuai dengan dosis yang diperlukan. TB Vit B6 tersedia dalam bentuk:

  1. Tablet
    Mengandung INH 400 mg dan Vit B6 24 mg per tablet
  2. Sirup
    Mengandung INH 100 mg dan Vit B6 10 mg per 5 ml, yang tersedia dalam 2 kemasan :

    • Sirup 125 ml
    • Sirup 250 ml

Perhatian:

  • Obat TBC di minum berdasarkan resep dokter dan harus sesuai dengan dosisnya.
  • Penghentian penggunaan obat TBC harus dilakukan atas seizin dokter.

Penegakan Diagnosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:

  • Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
  • Pemeriksaan fisik.
  • Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
  • Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
  • Rontgen dada (thorax photo).
  • Uji tuberkulin.
Riwayat terjadinya Tuberkulosis

Infeksi Primer :
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 ? 6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) :
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis :
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.

Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati :
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai ?kasus Kronik? yang tetap menular (WHO 1996).

Pengaruh Infeksi HIV :
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Penemuan pederita Tuberkulosis (TB)
Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Orang Dewasa.
Penemuan penderita TB dilakukan secara Pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan Passive Promotive Case Finding
Selain itu, semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian.Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu ? pagi ? sewaktu (SPS).

Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Anak.
Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.

Diagnosis Tuberkulosis (TB)
Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa.
Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.
Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 ? 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS :
Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
- Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif.
- Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.

UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difoto rontgen dada.

ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA
Di Indonesia, pada saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TB pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobacterium Tuberculosis Karena tingginya prevalensi TB. Suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium Tuberculosis . Dilain pihak, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis. Misalnya pada penderita HIV / AIDS, malnutrisi berat, TB milier dan Morbili.

Refleksi Hari TBC Sedunia
Setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai hari Tuberkulosis (TBC) sedunia. Tahun ini peringatan hari TBC sedunia bertemakan "Every Breath Counts, Stop TB Now!". Tema ini menekankan pada kata "breath" yang tidak hanya berarti pernapasan, tetapi juga merupakan pusat dari segala aktivitas manusia. Sehingga, rusaknya "breath" karena TBC akan mengakibatkan rusaknya segala aktivitas manusia. Tema ini sekali lagi mengingatkan kita akan bahaya TBC dan urgensi pemberantasannya. Dalam rangka memperingati hari TBC ini juga dilakukan "2nd Stop TBC Partners", forum dan kampanye Stop TBC untuk 2004-2005 yang diselenggarakan di New Delhi.

Pembunuh massal
Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan TBC adalah bekteri pembunuh massal. WHO memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya. Antara tahun 2002-2020 diperkirakan sekitar 1 miliar manusia akan terinfeksi. Dengan kata lain pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta tiap tahunnya. Biasanya 5-10 persen di antara infeksi berkembang menjadi penyakit, dan 40 persen di antara yang berkembang menjadi penyakit berakhir dengan kematian.
Jika dihitung, pertambahan jumlah pasien TBC akan bertambah sekitar 2,8-5,6 juta setiap tahun, dan 1,1-2,2 juta jiwa meninggal setiap tahun karena TBC. Perkiraan WHO, yakni 2 juta jiwa meninggal tiap tahun, adalah berdasarkan perhitungan ini. Angka ini adalah angka yang besar, karena 2-4 orang terinfeksi setiap detik, dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena TBC ini. Kecepatan penyebaran TBC bisa meningkat lagi sesuai dengan peningkatan penyebaran HIV/AIDS dan munculnya bakteri TBC yang resisten terhadap obat.
Selain itu migrasi manusia juga mempercepat penyebaran TBC. Di Amerika Serikat, hampir 40 persen dari penderita TBC adalah orang yang lahir di luar negeri. Mereka imigrasi ke Amerika dan menjadi sumber penyebaran TBC. Begitu juga dengan meningkatnya jumlah pengungsi akibat perang dengan lingkungan yang tidak sehat sehingga memudahkan penyebaran TBC. Diperkirakan sebanyak 50 persen dari pengungsi di dunia berpeluang terinfeksi TBC.
Di kawasan Asia Tenggara, data WHO (http:www.whosea.org) menunjukan bahwa TBC membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari kasus TBC di dunia berada di kawasan Asia Tenggara. Dua di antara tiga negara dengan jumlah penderita TBC terbesar di dunia, yaitu India dan Indonesia, berada di wilayah ini. Indonesia berada di bawah India, dengan jumlah penderita terbanyak di dunia, diikuti Cina di peringkat kedua.
Dibandingkan dengan penyakit menular lainnya, TBC juga menjadi pembunuh nomor satu di kawasan ini, di mana jumlahnya 2-3 kali jumlah kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS yang berada di peringkat kedua. Sementara itu, penyakit tropis seperti demam berdarah dengue (DBD) tidak sampai sepersepuluhnya. Kita bisa membayangkan betapa seriusnya masalah TBC ini.
Karena itu, perlu kita sadari kembali bahwa TBC adalah penyakit yang sangat perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi. Karena bakteri mycobacterium tuberculosis sangat mudah menular melalui udara pada saat pasien TBC batuk atau bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara. Satu penderita bisa menyebarkan bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu tahun.
Berdasarkan data Rumah Sakit "Prof DR Sulianti Saroso" (http:www.infeksi.com), di Indonesia tiap tahun terdapat 583 ribu kasus dan 140 ribu di antaranya meninggal dunia. Jika dihitung, setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kalau 1 orang pasien bisa menularkan ke 10 orang, pada tahun berikutnya jumlah yang tertular adalah 5,8 juta orang. Karena itu, jelaslah bahwa TBC adalah pembunuh massal yang harus diberantas.

Terapi TBC
Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri, pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung.
Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa diterapkan.
Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.
Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan.
DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.

Imunisasi
Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan.
Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontorlan TBC di AS.
Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80 persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC. Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan.
Bagaimana dengan Indonesia? Karena Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak, agaknya masih perlu melaksanakan vaksinasi BCG ini. Dengan melaksanakan vaksinasi ini, jumlah kasus dugaan (suspected cases) jauh akan berkurang, sehingga memudahkan kita untuk mendeteksi pasien TBC, untuk selanjutnya dilakukan terapi DOTS untuk pasien yang terdeteksi. Kedua pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu dilakukan untuk memberantas TBC dari bumi Indonesia.
: Andi Utama (Peneliti Puslit Bioteknologi-LIPI dan Pemerhati Masalah Kesehatan)


PERANGI TBC :
10 HAL TENTANG TBC DAN PENANGGULANGANNYA.
10 FAKTA PENTING MENGENAI SITUASI TBC DI INDONESIA
Tiap tahun terdapat 583.000 kasus TBC di Indonesia
Secara nasional, TBC ?membunuh? kira-kira 140.000 orang setiap tahun
Setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia.
Indonesia merupakan ?penyumbang? kasus TBC ke-3 di Dunia, setelah RRC dan India.
Tingkat resiko untuk terserang TBC di Indonesia berkisar antara 1,7 % - 4,4 % ( menurut data 1972-1987 ).
Sekitar ¾ pasien TBC di Indonesia tergolong dalam usia produktif.
Tahun 1995, pemerintah Indonesia mulai mengadopsi starategi DOTS (Directly Observed Tratment Short-Course) untuk menanggulangi TBC.
Tahun 1996, obat TBC di Puskesmas diberikan dalam bentuk Kombipak.
Tahun 1999 merupakan dimulainya era penting dalam penanggulangan TBC di Indonesia, karena dibentuknya GERDUNAS-TBC (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TBC) yang merupakan wujut nyata kemitraan dengan berbagai sektor yang terkait dalam penanggulangan TBC di Indoensia.
Penelitian ekonomi kesehatan di Indonesia menemukan bahwa jika pengobatan dapat diterapkan secara dini, setiap US$­­ 1 yang untuk program penanggulangan TBC, maka akan dapat menghemat US$­­ 55 dalam waktu 20 tahun.

10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC
Tiap tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penderita TBC yang tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
TBC membunuh lebih banyak kaum muda dan wanita dibandingkan penyakit menular lainnya.
Terdapat sekitar 2 sampai 3 juta orang meninggal akibat TBC setiap tahun. Sesungguhnya setiap kematian akibat TBC itu bisa dihindari.
Setiap detik, ada 1 orang yang meninggal akibat tertular TBC.
Setiap 4 detik, ada yang sakit akibat tertular TBC.
Setiap tahun. 1 % dari seluruh populasi di seluruh dunia terjangkit oleh penyakit TBC.
Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia ini sudah tertular oleh kuman TBC (walaupun) belum terjangkit oleh penyakitnya.
Penderita TBC yang tidak berobat dapat menularkan pentakit kepada sekitar 10 ? 15 orang dalam jangka waktu 1 tahun.
Seperti halnya flu, kuman TBC menyebar di udara pada saat seseorang yang menderita TBC batuk dan bersin, meludah atau berbicara.
Kuman TBC biasanya menyerang paru-paru.

10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PERPINDAHAN PENDUDUK
Sekitar 50 % dari jumlah pengungsi di seluruh dunia kemungkinan telah tertular TBC, Setiap tahunnya, lebih dari 17.000 orang pengungsi menderita sakit akibat TBC.
Populasi pengungsi menghadapi peningkatan masalah akibat TBC; jumlah pengungsi dan pelarian di seluruh dunia telah berlipat 9 kali selama 20 tahun terakhir.
Penderita TBC yang tidak dirawat dapat menyebarkan penyakitnya secara cepat, terutama di lingkungan penampungan dan kamp pengungsi, Amatlah sulit memberikan perawatan TBC bagi penduduk yang berpindah-pindah.
WHO merekomendasikan bahwa TBC harus menjadi prioritas utama, sesegera mungkin setelah fase darurat bagi para pengungsi itu berlalu.
Turisme, perjalanan antar-negara dan migrasi menunjang terjadinya penyebaran kuman TBC.
Di banyak negara industri maju, paling tidak setengah dari jumlah kasus TBC, ditemukan pada orang-orang yang lahir di negara lain.
Di Amerika Serikat, 1/3 dari jumlah kasus TBC, ditemukan pada orang yang tempat kelahirannya bukan di AS
Jumlah kasus TBC di AS diantara orang-orang yanglahirnya bukan di AS, senantiasa meningkat setiap tahun.
Kaum gelandangan di negara maju merupakan golongan yang resiko tertular TBC-nya semakin meningkat.
Pada tahun 1995, dilaporkan bahwa hampir 30 % dari populasi gelandangan di San Francisco (AS) dan sekitar 25 % dari populasi gelandangan di London (Inggris) telah tertular oleh kuman TBC ? jauh lebih tinggi daripada rata-rata nasional di kedua negara tersebut.

10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PEREMPUAN
TBC merupakan penyakit menular paling ganas yang menyerang dan membunuh kaum perempuan.
Lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TBC. 1 juta diantaranya akan meninggal dan 2,5 juta akan segera menderita penyakit tersebut pada tahun ini, Perempuan yang menderita TBC ini berusia antara 15 ? 44 tahun.
TBC merupakan penyakit pembunuh yang paling mematikan bagi perempuan muda usia.
TBC memiliki andil sekitar 9 % dari kematian berusia 15-44 tahun, dibandingkan penyebab kematian lainnya (akibat perang:4%,HIV:3%,dan penyakit jantung:3 % ).
Perempuan dalam usia reproduksi lebih rentan terhadap TBC dan lebih mungkin terjangkit oleh penyakit TBC dibandingkan pria dari kelompok usia yang sama.
Wanita pada kelompok usia reproduksi juga beresiko lebih tinggi terhadap penuaran HIV.
Di sebagian negara Afrika, jumlah perempuan yang terjangkit TBC lebih besar dibandingkan jumlah penderita pria.
TBC menyebabkan jumlah kematian lebih besar bagi wanita dibandingkan kematian akibat melahirkan.
Di beberapa bagian dunia, stigma atau rasa malu akibat TBC menyebabkan terjadinya isolasi, pengucilan dan perceraian bagi kaum wanita.
Di beberapa bagian dunia, pergerakan kaum perempuan sedang mengusahakan adanya upaya lebih baik penanggulangan penyakit TBC.

APAKAH DOTS ITU ?
DOTS atau kependekan dari Directly Observed Treatment, Short-course adalah strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.
Dengan menggunakan startegi DOTS, maka proses penyembuhan TBC dapat secara cepat.
DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh.
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95 %. Startegi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TBC.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :
o Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC.
o Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
o Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).
o Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
o Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.

Bank dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost effective.
Bangladesh : Dengan strategi DOTS, angka kesembuhan mampu mencapai sekitar 80 %.
Maldives : Angka kesembuhan mencapai angka sekitar 85 % berkat strategi DOTS.
Nepal : Setelah menggunakan DOTS, angka kesembuhan mencapai 85 % - sebelumnya hanya mencapai 50 %.
RRC : Tingkat kesembuhan mencapai 90 % dengan DOTS.

TBC adalah penyakit yang menyebabkan kematian terbesar kedua di Indonesia. Gejala yang ditimbulkan antara lain gangguan pernafasan seperti sesak nafas, batuk sampai berdarah, badan tampak kurus kering dan lemah. Penularan penyakit ini sangat cepat karena ditularkan melalui saluran pernafasan.

Selain manusia satwapun dapat terinfeksi dan menularkan penyakit TBC melalui kotorannya. Jika kotoran satwa yang terinveksi itu terhirup oleh manusia maka membuka peluang manusia akan terinveksi juga penyakit TBC. Penyakit Tuberculosis bersifat menahun atau berjalan kronis, sehingga gejala klinisnya baru muncul jika sudah parah.

Satwa yang punya potensi besar menularkan penyakit TBC ke manusia adalah primata, misalnya orangutan, owa dan siamang.

Pertanyaan Seputar TBC


Apakah tanda-tanda bahwa seseorang terkena penyakit TBC?

Tanda-tanda orang yang dicurigai terkena penyakit TBC yaitu secara umum dapat dilihat dari gejalanya terlebih dahulu yaitu, demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah. Dan untuk memberikan kepastian maka orang tersebut harus diperiksa lebih lanjut, jadi tidak selalu bahwa orang batuk-batuk lama pasti menderita TBC, harus dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen.

Apakah setiap orang yang mengalami batuk berdarah berarti menderita TBC?

Belum tentu, karena batuk berdarah dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab, bisa karena penyakit paru-paru lainnya, karena adanya perdarahan di daerah hidung bagian belakang yang tertelan dan pada saat batuk keluar dari mulut atau karena anak batuk terlalu keras sehingga menyebabkan lukanya saluran nafas sehingga mengeluarkan darah.

TBC menular melalui media apa saja? Dan rata-rata berapa lama gejala timbul setelah orang terpapar kuman TBC?

Pada umumnya adalah melalui percikan dahak penderita yang keluar saat batuk (beberapa ahli mengatakan bahwa air ludah juga bisa menjadi media perantara), bisa juga melalui debu, alat makan/minum yang mengandung kuman TBC. Kuman yang masuk dalam tubuh akan berkembangbiak, lamanya dari terkumpulnya kuman sampai timbulnya gejala penyakit dapat berbulan-bulan sampai tahunan.

Apakah kena udara pagi terus menerus dan merokok dapat menyebabkan TBC?

Kena udara pagi terus menerus tidak terlalu bermasalah dalam hal penularan TBC, sedangkan merokok dapat menurunkan daya tahan dari paru-paru, sehingga relatif akan mempermudah terkena TBC.

Apakah penyakit TBC itu diwariskan secara genetik?

Penyakit TBC tidak diwariskan secara genetik, karena penyakit TBC bukanlah penyakit turunan. Hanya karena penularannya adalah melalui percikan dahak yang mengandung kuman TBC, maka orang yang hidup dekat dengan penderita TBC dapat tertular.

Mengapa pengobatan TBC memerlukan waktu yang lama?

Karena bakteri TBC dapat hidup berbulan-bulan walaupun sudah terkena antibiotika (bakteri TBC memiliki daya tahan yang kuat), sehingga pengobatan TBC memerlukan waktu antara 6 sampai 9 bulan. Walaupun gejala penyakit TBC sudah hilang, pengobatan tetap harus dilakukan sampai tuntas, karena bakteri TBC sebenarnya masih berada dalam keadaan aktif dan siap membentuk resistensi terhadap obat. Kombinasi beberapa obat TBC diperlukan karena untuk menghadapi kuman TBC yang berada dalam berbagai stadium dan fase pertumbuhan yang cepat.

Bagaimana bila penderita TBC tidak mengkonsumsi obat secara teratur?

Hal ini akan menyebabkan tidak tuntasnya penyembuhan, sehingga dikhawatirkan akan timbul resistensi bakteri TBC terhadap antibiotika sehingga pengobatan akan semakin sulit dan mahal.

Bisakah penyakit TBC disembuhkan secara tuntas? Bagaimana caranya?

Penyakit TBC bisa disembuhkan secara tuntas apabila penderita mengikuti anjuran tenaga kesehatan untuk minum obat secara teratur dan rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan, serta mengkonsumsi makanan yang bergizi cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.

Apakah orang yang telah sembuh dari penyakit TBC dapat terjangkit kembali?

Dapat, karena setelah sembuh dari penyakit TBC tidak ada kekebalan seumur hidup. Jadi bila telah sembuh dari penyakit TBC kemudian tertular kembali oleh kuman TBC, maka orang tersebut dapat terjangkit kembali.

Apakah flek kecil di paru-paru pada anak balita sudah dapat dikatakan TBC?

Flek kecil di paru-paru balita pada umumnya memang disebabkan oleh TBC. Oleh karena itu perlu diteliti apakah ada gejala-gejala klinis penyakit TBC atau tidak. Bila tidak ada berarti pernah tertular penyakit TBC tapi karena daya tahan tubuhnya tinggi sehingga tidak bergejala. Atau saat ini anak tersebut sudah sembuh dari penyakit TBC dan hanya meninggalkan bekasnya saja di paru-paru.

Mungkinkan terkena penyakit TBC bila kita hidup di lingkungan yang bersih?

Kemungkinan kita tertular akan tetap ada, karena kita hidup tidak hanya di lingkungan sekitar rumah kita saja, bisa saja suatu saat kita berada di sekolahan, bioskop, kantor, bus yang belum tentu terbebas dari kuman TBC. Hidup di lingkungan yang bersih memang akan memperkecil risiko terjangkit TBC.

Bagaimana efek terhadap janin bila ibu hamil sedang mengidap penyakit TBC?

Biasanya keadaan gizi penderita TBC kurang baik, sehingga hal ini dapat mempengaruhi perkembangan bagi janin dalam kandungan. Ibu hamil tetap harus diberikan terapi dengan obat TBC dengan dosis efektif terendah. Obat TBC yang diminum oleh ibu dapat melewati plasenta dan masuk ke janin dan berdasarkan beberapa kepustakaan disebutkan tidak memberikan efek yang terlampau berbahaya, akan tetapi pemantauan ketat pada perkembangan janin harus tetap dilakukan. Setelah bayi dilahirkan dapat dipisahkan terlebih dahulu dari ibu selama TBC masih aktif.

Bagaimana sikap kita bila di rumah terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit TBC?

Bawa pasien ke dokter untuk mendapatkan pengobatan secara teratur, awasi minum obat secara ketat dan beri makanan bergizi. Sirkulasi udara dan sinar matahari di rumah harus baik. Hindarkan kontak dengan percikan batuk penderita, jangan menggunakan alat-alat makan/minum/mandi bersamaan.

Pola hidup bagaimana yang harus kita miliki agar terhindar dari penyakit TBC?

Pola hidup sehat adalah kuncinya, karena kita tidak tahu kapan kita bisa terpapar dengan kuman TBC. Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk memberikan perlindungan, sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman TBC tidak akan timbul gejala. Pola hidup sehat adalah dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi, selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan hidup kita, rumah harus mendapatkan sinar matahari yang cukup (tidak lembab), dll. Selain itu hindari terkena percikan batuk dari penderita TBC.


Posted by eGuru Uroborus

0 komentar:

About This Blog

  © Free Blogger Templates Cool by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP